Sains Islam dan Tantangan Masa Depan
Oleh: Prof. Tasrief Surungan, Ph.D
Cakupan judul ini sangat luas, menyangkutkan sejumlah topik yaitu: Sains, Islam, Tantangan dan Masa Depan.
Meskipun demikian, dapat pula menjadi lebih sempit, yaitu jika topik-topik yang luas ini ditinjau irisannya,
yaitu irisan antara Islam dan Sains serta tantangan masa depan.
Sejumlah pertanyaan dapat dikemukakan, antara lain: apa itu Sains, Tepatkah istilah Sains Islam, dan apa saja tantangan yang akan dihadapi oleh umat Islam dalam kaitannya dengan pengembangan sains.
Apa itu Sains?
Pertanyaan ini berkaitan dengan aspek ontologi, tentang eksistensi, keberadaan, karekteristik dari sesuatu. Sains, dari kosa kata Inggris Science, atau Scientia, Scure, Latin, artinya mengetahui atau pengetahuan.
Secara formal, Sains didefinisikan sebagai disiplin ilmu yg mengkaji fenomena alam (natural science) atau fenomema sosial (social science) melalui metoda ilmiah (scientific method).
Sebagaimana dipahami, metoda ilmiah (epistemologi) itu terdiri atas sejumlah langkah, yaitu (1) pengamatan, (2) perumusan masalah, (3) pengajuan hopotesis (penjelasan sementara dari fenomena/hasil pengamatan, (4) pengujian melalui eksperimen (verifikasi), dan (5) penarikan kesimpulan.
Kesimpulan atau hukum sebab akibat dari fenemena yang ditinjau harus selalu diuji. Metoda ilmiah ini biasanya disingkat dalam tiga kata, deducto, hypothetico, verification (empiro, empirisme).
Kemudian, disederhanakan lagi menjadi Teori dan Eksperimen, atau Theoretical dan Applied Science (ilmu murni dan ilmu terapan).
Sains biasa diasosiasikan sebagai ilmu-ilmu kealaman, biasa juga disebut murni (pure science), sedangkan ilmu-ilmu turunannya disebut applied science.
Di universitas, sains dikelola di fakuktas MIPA. Terapannya berada di sejumlah fakuktas, baik fakultas ilmu-ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu sosial (non-eksakta).
Semua bidang ilmu terapan perlu memiliki pemahaman sains yang memadai. Alasannya, tidak mungkin kita menerapkan sesuatu dengan baik, apalagi mengenbangkannya, jika tidak memiliki pemahaman ilmu dasar (sains).
Hukum-hukum fenomena alam temuan sains, jika telah mapan (established), lolos dari serangkaian pengujian (berulang) maka dapat dipandang sebagai kebenaran ilmiah. Artinya, sudah diterima sebagai hukum alam alias sunnatullah (ayat kauniah). Sebenarnya, hukum-hukum itu sudah ada sejak awal (penciptaan).
Kekhasan atau karakter utama dari kajian sains adalah memberi jawaban terhadap pertanyaan kenapa (why-type questions), sedangkan ilmu terapan umumnya memberi jawaban bagaimana (how-type questions); masuk dalam ranah aksiologi.
Adakah Sains Islam?
Definisi Sains sebagaimana diuraikan di atas, yaitu ilmu yg menelaah hukum kausalitas dari fenomena alam (natural dan sosial) membawa kita pada pertanyaan apakah ada istilah Sains Islam.
Jika benar ada, maka apakah ada sains non-islam? Alam sebagai ciptaan Sang Khaliq membawa kita pada pemahaman bahwa hukum-hukum alam adalah hukum Allah, sehingga by-default Sains itu bersifat Islami, tidak bertentangan dengan Islam. Hukum-hukum alam, hukum-hukum sains adalah hukum Allah.
Kenapa bisa demikian?
Sebab, sains bertujuan menyingkap kebenaran dan kebenaran itu hanya milik Sang Khaliq. Ini ekivalen dengan mengatakan Ilmu itu dari Allah. Karena ilmu itu dari Allah, maka hukum-hukum sains, yang sudah established dipandang sebagai sunnatullah (hukum Allah).
Maka kurang tepat istilah Sains Islam. Kalaupun hendak dikatakan demikian, maka itu lebih tepat dimaknai sebagai kondisi pengembangan kajian sains di dunia Islam, atau negara-negara Islam.
Tantangan Masa Depan
Tantangan atau challenge dapat dimaknai dalam dua hal: (1) sebagai threat yang harus dihadapi (dilawan) atau dihindari (2) keharusan (das sollen) yang harus diwujudkan.
Salah satu tantangan dalam bentuk threat, misalnya bagaimana Islam menghadapi kecederungan pola hidup materialisme, baik pengaruhnya terhadap aqidah maupun pengaruhnya terhadap dimensi kehidupan yg serba materialistik, misalnya pelaksaanaan ajaran keagaam dalam bentuk untuk memperoleh 2G (Gold dan Glory), harta dan kemasyhuran.
Ada hadith masyhur yang disampaikan oleh para ustad/guru kita, yaitu pengadilan hari akhir, yaitu tentang para shuhada, para dermawan, dst. Ternyata dalam catatan malaikat, mereka ini sudah dinyatakan masyuk syurga, namun ternyata dalam pengadilan/mahkamah Allah, semuanya gagal.
Kenapa? Sebab semua yang dihadapkan itu, berbuat sesuatu sekedar untuk ingin mendapat gelar tauwwa, untuk gagah di hadapan mahluq, bukan untuk ridha Allah. Tidak Ikhlas. Menarik mencermati Shurah Al Ikhlas, dimana di dalamnya tak ditemukan kosa kata ikhlas.
Tantangan dalam bentuk Das Sollen (Idealita Islam), misalnya bagaimana Islam (sebagai agama dakwah) semakin berkembang, sebagaimana yang disebut dalam Shurah An-Nasr.
1
اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰہِ وَ الۡفَتۡحُ ۙ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2
وَ رَاَیۡتَ النَّاسَ یَدۡخُلُوۡنَ فِیۡ دِیۡنِ اللّٰہِ اَفۡوَاجًا ۙ
dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّکَ وَ اسۡتَغۡفِرۡہُ ؕؔ اِنَّہٗ کَانَ تَوَّابًا ٪
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
Kebangkitan Sains Dunia Islam
Ada beberapa strategi:
1. Mendidik Generasi muda Islam untuk mendalami Sains Dalam hal ini perlu Guru, lembaga pendidikan dan riset yg mumpuni, bukan mediocre.
2. Mendakwai Ilmuan non-muslim semoga mendapat hidayah dan menerima Islam.
Pada segmen ini, umat Islam harus senantiasa tampil simpatik, agar menjadi daya tarik bagi non-muslim. Harus mengedepankan dakwah yang rahmatan lil alamin.
3. Perlu Studi Al Quran secara lebih saintifik.
Saintifik Judgement dalam Solusi Penyatuan Awal Bulan
Problema muncul jika orang keliru memahami fenomena yang ada; keliru mengambil kesimpulan (Kesalahan epistemologis).
Contoh, dahulu orang mengira bahwa bumi merupakan pusat peredaran alam semesta. Kenapa? Sebab secara kasat mata, benda-benda langit itu mengitari bumi. Ini yang disebut pandangan geosentris, dan menjadi pemahaman kaum eropa hingga abad ke-15, masa sebelum Galileo Galilei.
Ada kesalahan metodologi (epistemologi) dari model ini. Bahkan jika dicermati, kekeliruan pandangan ini juga adalah akibat kegagalan ontologis
Apa itu kegagalan ontologis?
Ibaratnya, ada orang yang diminta atau diperintahkan menjemput Pak Amat di kantornya. Yang bersangkutan menyiapkan kedaraannya, mobil Four Wheel Drive, Fortuner. Yang bersangkutan diberitahu letak kantor Pak Amat.
Namun ternyata, sesampai di kantor, ada dua orang nama Pak Amat, Pak Amat Muzaki dan Amat Muzakkar, sementara yang ditugaskan menjemput tidak tahu persis wajah Pak Amat. Alhasil tak berguna mobil fortuner.
Mengetahui dengan benar apa dan siapa, alias seluk beluk obyek yang dibincangkan adalah menyangkut aspek ontologis. Artinya, ontologis harus tuntas sebelum melangkah ke epistemologi.
Problem penyatuan awal bulan, yang hingga kini belum menemukan solusinya harus menjadi agenda umat Islam di Indonesia. Sulit mewujudkan Umat Islam yang Rahmatan lil alamin jika kita dihadapkan pada fenomena splitting society
Perbedaan ini, telah berlangsung kurang lebih 60 tahun, sejak tahun 1950an. Artinya, sdh 2 generasi. Solusi terhadap problema ini sebenarnya, sudah ada, yaitu kembali ke Al Quran dan Sunnah.
*) Pengantar Diskusi dalam Acara Halal Bi Halal, Majelis Daerah KAHMI dan FORHATI Kota Makassar, 23 Syawal 1443 H, 14 Mei 2023 M.